Teater Gandrik asal kota pelajar, Yogyakarta ini kembali menghibur penikmat teater lewat lakon "Gundala Gawat". Penampilan Teater Gandrik di Graha Bhakti Budaya, TIM, Jakarta pada 26-27 April 2013 berhasil mengundang gelak tawa. Lakon ini disutradarai oleh Djaduk Ferianto, dan dimotori oleh Butet Kertaradjasa, Susilo Nugroho dkk. Selain itu kolaborasi antara Goenawan Mohamad, Agus Noor, Whany Dharmawan selaku penulis naskah membuat lakon ini kompak, lucu, dan santai.
Dari secara keseluruhan cerita dari lakon ini mengundang tawa. Bayangkanlah petir yang biasa kita lihat di langit kini dalam lakon Gundala Gawat dijadikan sebagai Superhero. Apakah ia sejenis dengan Batman, Spiderman, Catwoman dsb asal Amerika itu? Penasaran?
Petir menyambar-nyambar, memakan korban di berbagai tempat. Seperti wabah yang dapat membuat warga panik. Lebih rumit lagi, sambaran petir sepertinya memilih korban, selalu dari kalangan rakyat jelata. Demi meminta pertanggungjawaban, para korban mendatangi Rumah Gundala Sang Putra Petir. Awalnya warga mengira wabah petir adalah ulah Pak Petir, ayah Gundala. Namun cerita tidak lantas selesai, sebab orangtua Gundala bukanlah pelakunya.
Lalu siapa pelakunya? Bisa jadi wabah petir bukanlah permasalahan utama, sebab setiap kali petir menyambar-nyambar, setiap kali pula perampokan bank terjadi. Lalu apa yang sesungguhnya terjadi?
Hasmi, pembuat komik yang mulai tua dan ringkih, mengundang para superhero yang telah lama menganggur. Datanglah Aquanus (Manusia Air). Pangeran Melar (superhero yang bisa memanjangkan tangan-tangannya), Jin Kartubi (Jin impor dari daratan Eropa-Spanyol), Sun Bo Kong (Manusia Kera) dan Gundala Putra Petir. Melalui “Pusat Pengerahan Tenaga Superhero”, ia ingin ikut mengurai permasalahan wabah petir yang sedang terjadi.
Pertemuan Hasmi dan para superhero di Pusat Pengerahan Tenaga Superhero berlangsung panas. Aquanus, Pangeran Melar, dan Jin Kartubi menuduh Gundala membuat cerita sendiri, melenceng dari komik buatan Si empu komik. Gundala marah dan merasa dipojokkan sebab dia sendiri adalah korban fitnah. Tiba-tiba Hasmi menemukan ide cemerlang, menawarkan tokoh baru sebagai solusi, Agen X9. Darinya, Hasmi dan para superhero mengetahui bahwa perampokan-perampokan yang terjadi selama ini adalah ulah Kelompok Harimau Lapar.
Menunggu lama, Hasmi segera memerintahkan para superhero menyusup, menyelidiki apa yang sesungguhnya terjadi dan diinginkan Kelompok Harimau Lapar. Sungguh sayang, pada penyusupan itu, para superhero tertangkap dengan mudah. Maklum, mereka sudah lama tidak bekerja, kemampuannya menjadi setara amatiran.
Singkat cerita walau lakon ini dibawakan dengan gaya guyonan namun Gundala Gawat tetap menyisihkan konflik-konflik atas nama agama, Tuhan, lembaga negara dan bahkan perkumpulan superhero itu sendiri. Lakon Gundala Gawat setidaknya memberikan sindiran politik secara kontekstual dengan kondisi di Indonesia yang dituangkan melalui pertunjukkan teater. Dramaturgi yang terbentuk menjadi penanda bagaimana emosi penonton ikut hanyut ke dalam semangat pertunjukkan. Dari awal hingga akhir pementasan ini, penonton dibuat terpingkal-pingkal melihat aksi Gundala Gawat serta teman-temannya.