Sunday, September 16, 2012

Makna Budi Luhur Suku Tengger

Menurut tanggalan Jawa pada malam bulan ke-14 suku Tengger yang menetap di lereng Gunung Bromo melakukan upacara adat. Upacara tersebut dinamakan Kasada yang mampu menyadarkan masyarakat lainnya bahwa Gunung Bromo tidak hanya objek wisata alam saja. Bromo yang kita kenal hanya sebagai gunung yang indah dengan kawah aktif dengan pemandangan lautan pasir di sekelilingnya. Bromo menjadi pilihan wajib bagi para backpacker dari domestik maupun mancanegara. Bromo memiliki ciri khas yang tidak hanya mengincar keindahan alamnya saja tetapi juga terdapat masyarakat Tengger yang bermukim disana. Masyarakat tersebut sangat kental dengan tradisi turun-menurun, salah satunya yaitu Upacara Kasada.

Upacara Kasada dilakukan pada malam ke-14 bulan Kasada pada penanggalan Jawa. Upacara tersebut bisa saja antara Februari dan Maret atau bahkan Agustus seperti tahun 2012 ini. Masyarakat Tengger berasal dari empat kabupaten yang berada di kawasan Bromo yaitu Pasuruan, Probolinggo, Malang dan Lumajang ini memusatkan ritual mereka yang berada di kaki Gunung Bromo. Masyarakat Tengger melakukan ritual tersebut untuk menghormati Raden Kusuma sebagai leluhur mereka. Mereka disebut suku Tengger, singkatan dari suku kata terakhir Rara Anteng dan Jaka Seger. Konon, dua nama ini ialah pasangan yang pertama tinggal di lereng Gunung Bromo. Nama 'Tengger' kemudian diambil dari potongan nama mereka. Tengger juga memiliki arti tenggering budi luhur atau pengenalan moral tinggi, suatu nilai yang dijunjung masyarakat Tengger.

Sebelum dilakukannya upacara adat ini, ada beberapa ritual lainnya yang harus dilakukan untuk memperingati hari Kasada ini. Contohnya saja pengambilan air suci (Mendak Tirta) di tiga titik yaitu air terjun Madakipura di Kecamatan Lumbung Probolinggo dan Watu Plosot di Gunung Semeru. Air suci ini diambil menggunakan semacam bambu khusus kemudian diarak sampai kaki Gunung Bromo. Setelah itu dilakukan sembahyang bersama (Sepeninga) dan menjaga air suci (Makemit)














Kemudian ritual lainnya yaitu pembuatan ongkek. Ongkek merupakan sesajen yang dipersiapkan oleh masing-masing desa sebagai sesajen yang akan mereka serahkan ke Gunung Bromo. Ongkek terdiri dari hasil bumi yang terdapat di masing-masing desa, diantaranya kentang, kubis, bunga edelweiss, bawang prei, kayu cemara, bambu, pisang, kelapa yang kemudian disusun membentuk ongkek. Ritual ini selain sebagai pemenuhan permintaan Raden Kesuma, juga dimaknai sebagai bentuk ucapan syukur masyarakat Tengger atas hasil bumi yang telah mereka nikmati. Mereka memanjatkan doa agar tetap diberkahi hasil bumi yang dapat mencukupi kebutuhan masyarakatnya serta kesehatan dan keselamatan dari segala bahaya.








Malam sebelum puncak Kasada, dilakukan ritual pawai obor. Ritual ini dilakukan sebagai bentuk pujian syukur untuk menyambut kedatangan Kasada. Masyarakat Tengger berbondong-bondong dan berbaur dengan wisatawan lainnya untuk arak-arakan pawai obor. Makna ritual ini yaitu adanya kebersamaan satu sama lain dimana rasa bahagia disatukan untuk menyambut Puncak Kasada. 








Sekitar jam 12 malam, masyarakat Tengger pergi menuju kaki Gunung Bromo. Pertama-tama dilakukan pembacaan sejarah Kasada kemudian dilanjutkan dengan Puja Stuti atau puji-pujian. Setelah itu, dilakukan pengukuhan dukun baru. Pada ritual ini masing-masing calon dukun berasal dari berbagai desa yang ada disekitar Bromo yang akan disumpah oleh para pandita dukun. Mereka mengucapkan sumpah di depan masyarakat Tengger lainnya saat berlangsungnya upacara Kasada ini. Tidak sembarang orang dapat diangkat menjadi dukun. Ada mantra dan doa yang harus dihafal oleh para calon dukun agar dapat menggantikan dukun sebelumnya. Setiap desa memiliki dukunnya masing-masing. Setelah mereka resmi sebagai dukun, mereka dapat memimpin upacara adat yang berlangsung di desa mereka. Dukun yang terpilih kemudian memimpin masyarakat Tengger naik ke puncak Gunung Bromo yang tingginya mencapai 2.392 mdpl. Penutup acara Kasada yaitu dilaksanakan Pujian Kasada kepada Sang Hyang Widhi Wasa sebagai wujud terima kasih karena telah selesainya ritual Kasada. Kemudian dilakukannya pelarungan sesajen menuju kawah Bromo yang sudah dipersiapkan Masyakarat Tengger yang membawa sesaji dalam jumlah banyak berupa hasil pertanian, buah-buahan, juga hewan ternak. Sesaji inilah sebagai bentuk persembahan untuk arwah para nenek moyang. Sesaji itu kemudian dilempar ke kawah sebagai pengantar harapan akan hidup yang lebih makmur.